November 13, 2019
BY Content Writer0
Comments
Rencana Presiden Jokowi untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan tampaknya bukan isapan jempol belaka. Menurut berita terkini kenaikan iuran tersebut akan mencapai dua kali lipat tarif sebelumnya.
Kenaikan Tarif Iuran BPJS Mulai Tahun Depan
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut resmi diterapkan oleh pemerintah mulai tahun depan, 2020. Kenaikan tarif BPJS Kesehatan tersebut berlaku bagi peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja. Ketentuan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan.
Peraturan Presiden tersebut diteken Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2019 lalu dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan. Menurut Pasal 34 Perpres 75/2019, perubahan tarif iuran kelas Mandiri III naik Rp. 16.500 dari Rp. 25.500 sehingga menjadi Rp. 42.000 per peserta setiap bulan. Iuran kelas II naik dari Rp. 51 ribu menjadi Rp. 110 ribu per peserta setiap bulan. Sedangkan untuk iuran kelas Mandiri I naik dari Rp. 80 ribu menjadi Rp. 160 ribu.
Demi Perbaikan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut diharapkan bisa diimbangi dengan perbaikan manajemen sehingga persoalan defisit BPJS Kesehatan pun bisa segera teratasi. Perusahaan pun nantinya diharapkan tak selalu bergantung pada suntikan dana dari pemerintah. Menurut berita terkini, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak akan membebani peserta PBI karena iuran peserta PBI masih ditanggung oleh pemerintah.
Sebelumnya, BPJS sudah menaikkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejak Agustus 2019 lalu. Demikian pula untuk peserta pekerja penerima upah (PPU) seperti pejabat negara, pimpinan dan anggota DPR, anggota Polri, prajurit, PNS, kepala desa hingga perangkat desa sejak Oktober 2019. Kenaikan iuran BPJS diharapkan bisa mengobati defisit anggaran yang diderita BPJS saat ini. Sejak kehadirannya tahun 2014 lalu, BPJS Kesehatan sudah membukukan defisit hingga Rp. 3,3 triliun di tahun 2014 dan membengkak hingga Rp. 5,7 triliun pada tahun 2015.
Defisit BPJS Kesehatan ternyata kian bertambah hingga mencapai Rp. 9,7 triliun pada tahun 2016, Rp. 9,75 triliun pada tahun 2017 dan Rp. 9,1 triliun pada tahun 2018. Tahun 2019 ini diperkirakan BPJS Kesehatan akan menderita defisit hingga Rp. 13,3 triliun. Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, diperkirakan BPJS berpeluang memperoleh surplus sekitar Rp. 17,3 triliun tahun depan. Namun, hal ini terjadi bila kasus penunggakan berkurang.
Sempat Ditolak DPR dan Buruh
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sempat menerima penolakan dari DPR pada September 2019 lalu. Berita terkini mengungkapkan DPR menyarankan pemerintah untuk mencari cara lain guna menanggulangi defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan. Sedangkan menurut Sri Mulyani potensi surplus BPJS Kesehatan akan semakin rendah mengingat biaya rawat inap juga meningkat. Itu sebabnya pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi dan jajarannya perlu melakukan evaluasi tiap beberapa tahun sekali.